Tilang dan Penegakkan Hukum Lalu Lintas

Jenderal Listyo Sigit Prabowo dalam Uji Kelayakan dan Kepatutan di Komisi III, DPR RI

Sebulan lalu, tepatnya pada 20 Januari 2021, Jenderal Listyo Sigit Prabowo dalam Uji Kelayakan dan Kepatutan di Komisi III DPR RI mewacanakan untuk menonaktifkan polisi dalam menegakkan pidana ringan mengenai pelanggaran lalu lintas. Hal tersebut tidak lain sebagai upaya modernisasi penegakkan hukum melalui mekanisme tilang elektronik atau Electronic Traffic Law Enforcement (E-TLE) yang mulai banyak diterapkan pada jalan-jalan protokol di kota-kota besar. Ia merencanakan hal tersebut dalam rangka menghindari potensi penyimpangan penegakkan hukum yang dilakukan oleh personel kepolisian dalam menjalankan tugas di lapangan. Dikatakan bahwa, ini merupakan perbaikan dan peningkatan kualitas pelayanan Polri terhadap publik yang banyak diragukan oleh masyarakat, sehingga proses penilangan yang lazim dilakukan diresistemisasi dengan penerapan E-TLE secara berkelanjutan.

Pro-Kontra Wacana

Walaupun begitu, ini menjadi topik ringan dikalangan masyarakat. Bagi mereka yang sering melakukan pelanggaran lalu lintas mulai secara personal maupun registrasi kendaraan, banyak mendukung hal tersebut karena dirasa baik dan tidak perlu bersusah payah mengeluarkan tabungan dalam kantong untuk membayar denda tilang. Bagi beberapa teman saya, mereka menolak rencana mantan Kabareskrim tersebut untuk memberhentikan polisi dalam melakukan tilang. Mereka meresa bahwa tindakan tilang yang dilakukan oleh kepolisian merupakan bagian dari penegakkan hukum pidana yang sesuai sebagaimana mestinya, walaupun disadari banyak sekali ketidaksesuaian teknis di lapangan dengan adanya penyuapan kepada petugas dalam arti uang damai.

Ketua Institut Studi Transportasi (Instran) Darmaningtyas justru mengapresiasi wacana yang dicanangkan oleh Jenderal Polisi baru ini. Dengan beberapa catatan diantaranya adalah optimalisasi E-TLE di seluruh wilayah Indonesia, tidak hanya di kota besar, khususnya jalan protokol. Ini menjadi kendala terbesar yang harus dihadapi, dimana infrastruktur E-TLE masih terfokus pada kota besar dan belum merata ke daerah lain. Selain itu, upgrading petugas kepolisian dalam mengoperasionalkan CCTV dan monitoring secara serius juga diperlukan agar pengawasan yang dilakukan dapat optimal dan tepat sasaran dalam penegakkannya.

Kacamata Hukum

Berdasarkan UU No. 22 tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (LLAJ) menyatakan bahwa Penyidik Kepolisian memiliki wewenang untuk memeriksa dan menjatuhkan sanksi sebagaimana besarannya diatur dalam tindak pidana ringan. Jika dilakukan revisi pada UU ini dan kepolisian dinonaktifkan sebagai penegak hukum lalu lintas, siapakah yang cocok untuk menggantikan posisi kepolisian ini ? Hal ini menjadi penting mengingat banyaknya tindak pidana kejahatan yang berhubungan dengan kendaraan mulai dari pencurian kendaraan bermotor, perampokan, dan lainnya. Dengan adanya pemeriksaan registrasi kendaraan dan penertiban lalu lintas akan menjadi sangat mudah bagi kepolisian untuk mengidentifikasi pelaku tindak pidana.

Jika wacana Kapolri baru dilaksanakan secara cepat, maka ini akan memberika peluang bagi pelaku kejahatan untuk lebih leluasa dalam melakukan tindak pidana lainnya. Perlu diketahui bahwa persiapan infrastruktur yang memadai dan pengawasan yang cermat dan berkala menjadi tantangan yang tidak mudah untuk diselesaikan. Dimana juga kita ketahui bahwa sistem E-TLE juga belum mampu mengidentifikasi semua kendaraan dan masih yang tidak tepat sasaran. Sehingga tingkat efektivitas sistem E-TLE belum mampu membantu kepolisian dalam mencegah tindak pidana kejahatan yang memungkinkan terjadi.

Jikalau memang sistem E-TLE sudah mampu menekan tingkat pelanggaran lalu lintas, belum tentu pula untuk mengantisipasi peluang tindak pidana kejahatan yang marak terjadi pada waktu malam hari. Dengan dihadirkannya operasi lalu lintas, pemeriksaan kendaraan, dan patroli secara berkala, justru lebih efektif walaupun memerlukan sumber daya yang lebih besar dan banyak. Tetapi tetap tidak menutup kemungkinan maraknya penyuapan kepada aparat kepolisian untuk menjadikan pelanggaran lalu lintas tidak terjadi sama sekali.

Domino Kebijakan

Dengan mempertimbangkan beberapa hal mulai dari perlu adanya revisi undang-undang lalu lintas, pembangunan infrastruktur yang memadai dalam mendukung penerapan sistem E-TLE, dan penanggulangan tindak pidana kejahatan, maka Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo perlu mengkaji lebih jauh kesiapan suatu kebijakan. Hal ini bukan tanpa alasan, karena akan memberikan efek domino yang mempengaruhi pada efektivitas penegakkan hukum lalu lintas. Sebagaimana yang pernah dikatakan oleh dosen hukum pidana saya, hukum dibentuk dalam tujuan mengantisipasi adanya suatu tindakan yang merugikan bagi orang lain sehingga kebijakan yang diambil perlu memperhatikan kesiapan dan ketersediaan sumber daya dalam penegakkannya.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Pekan 1 - Kriminalistik

Penyadapan dalam Kacamata Hukum

MEDIASI DAN SURAT KUASA